Kehilangan orang tercinta, perceraian, atau kejutan emosional lainnya bisa memicu Broken Heart Syndrome, yaitu stres emosional berat yang dapat menggangu kesehatan jantung. Dalam dunia medis, kondisi ini dikenal sebagai Takotsubo Cardiomyopathy. Meski terdengar sepele, sindrom ini dapat memberikan dampak yang serius.
Dalam buku "Penyakit Jantung & Pembuluh Darah" karya Prof. Dr. dr. Heru Pradjatmo, SpJP(K), disebutkan bahwa gangguan emosi berat bisa memicu ketidakseimbangan sistem saraf otonom dan hormonal yang memperparah kerja jantung.
Berbeda dengan serangan jantung akibat sumbatan pembuluh darah, Broken Heart Syndrome tidak disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner. Menurut dr. Vito A. Damay, Broken Heart Syndrome terjadi ketika otot jantung melemah secara tiba-tiba akibat lonjakan hormon stres seperti adrenalin. Kondisi ini menyebabkan bagian jantung (biasanya ventrikel kiri) membesar dan tidak memompa darah dengan efisien.
Gejalanya mirip dengan serangan jantung, seperti nyeri dada, sesak napas, dan jantung berdebar. Dampaknya bisa fatal jika tidak ditangani dengan tepat. Risiko paling tinggi dialami oleh wanita usia 50 tahun ke atas, terutama setelah menopause, yaitu fase alami dalam kehidupan yang menandai berakhirnya masa reproduksi, akibat menurunnya hormon estrogen yang berperan melindungi jantung.
Kesehatan mental dan emosional menjadi bagian penting dalam menjaga fungsi jantung. Oleh karena itu, edukasi mengenai Broken Heart Syndrome perlu ditingkatkan agar masyarakat memahami bahwa patah hati bukan hanya masalah perasaan, tapi juga bisa mengancam kesehatan.
Sumber:
Damay, V. (2021). Tekanan Emosi Bisa Picu Penyakit Jantung. Kompas.com.
Mafaza Online. (2022). Sindrom Patah Hati Bisa Picu Gagal Jantung.
Pradjatmo, H. (2019). Penyakit Jantung & Pembuluh Darah. Penerbit Buku Kedokteran EGC.